Rabu, 10 Juni 2020

A World of Married Couple - Apa Arti Pernikahan Bagimu?

Pernikahan? Sebagian orang mengharapkan segera mengalaminya. Sebagian tidak. Lalu apa alasan bagi sebagian orang memilih untuk segera menikah tetapi di sisi lain masih ada sebagian orang masih ragu untuk menjalaninya? Sebagian memilih untuk segera menikah karena naif, budaya, tuntutan, trend, lalu apalagi?
Namun, sebagian tidak. Alasannya? Banyak. Ingin mengejar karir? Belum siap secara materi.. ada satu hal lagi yang tidak bisa dipertentangkan. Kesiapan mental.


Pernikahan bagaikan suatu kehidupan. Komponen yang ada didalamnya saling bergantung satu sama lain bagai alam ini bekerja. Suami istri bagaikan udara dan air. Kedudukan mereka setara, tidak kurang dan/atau tidak lebih. Begitulah cinta yang tertuang dalam pernikahan.


A World of Married Couple atau yang lebih dikenal dengan The World of The Married atau 부부의 세계 merupakan drama Korea yang diproduseri oleh JTBC Studio dan diadaptasi dari serial televisi Inggris Doctor Foster. Drama ini dibintangi oleh artis ternama di Korea Selatan, yakni Kim Hee Ae, Park Hae Jun, dan Han So Hee. Drama ini fokus pada kehidupan Ji Sun Woo (Kim Hee Ae) seorang dokter keluarga yang menjabat sebagai direktur muda di sebuah rumah sakit di daerah Gosan yang sangat sempurna. Ia dan suaminya, Lee Tae Oh (Park Hae Jun) dikaruniai seorang anak, Joon Young (Jeon Jin Seo) namun rumah tangga yang dibangun dengan mudah goyah karena suaminya tega mengkhianatinya bersama perempuan muda, yakni Yeo Da Kyung (Han So Hee), setelah apa yang dilakukan istrinya demi menyokong ekonomi dan membantu suaminya dalam mewujudkan mimpinya sebagai sutradara.


A World of Married Couple mendapatkan rating tertinggi pada episode terakhir, yakni sebesar 28.37% dan mengalahkan drama SKY Castle yang juga diproduksi oleh JTBC Studio sebesar 23.8%. Banyak sekali para netizen bahkan kritikus drama memberikan pujian terhadap drama ini. Drama ini memang sangat unik, karena hanya berfokus pada kehidupan pribadi pemeran utama, namun yang menjadikan drama ini spesial ialah penggambaran psikologis para tokoh sangat tajam dan tidak terkesan berlebihan. Drama ini memang dikemas sangat detail dan indah dengan alur naik turun yang tidak terduga sehingga membuat penonton pun ikut terhanyut dalam penokohan tokoh yang telah dihadirkan.


A World of Married Couple meninggalkan kesan yang amat membekas bagi para penontonnya dan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang bahkan sulit untuk dijawab. Penonton akan kembali berpikir apakah pernikahan merupakan pilihan yang tepat untuk bersama, melihat cinta sendiri dapat menjadi racun yang mematikan. Cinta sangat berbeda dengan pernikahan. Pernikahan memiliki pagar dan batasan, tetapi tidak demikian dengan cinta. Bahkan cinta dapat membuat seseorang menjadi delusional dan obsesi secara bersamaan. Mungkin manusia bisa merasakan jatuh cinta berkali-kali seumur hidupnya, tapi ketika membicarakan penikahan, apakah kita bisa menjalani dua cinta? Bilamana pagar tidak kuat dan tidak terkunci rapat, maka seseorang akan dengan mudah menerobos masuk kedalam rumah anda. Tetapi ingat, drama ini tidak akan menyesatkan anda. Ada hikmah dan pembelajaran yang bisa manusia renungkan. Pernikahan apakah itu sebuah keputusan yang baik untuk dilakukan? Jika iya, apakah siap dengan resiko terburuknya? Mungkin godaan dan cobaan bisa dilewati dengan mudah. Lalu bagaimana dengan penderitaan terkait ego dan ambisi masing-masing? Mampukah kita mengontrolnya?

Yang paling disorot dalam drama ini ialah perjuangan bangkit dari kehidupan pasca cerai Sun Woo. Nilai-nilai feminis sangat sarat dalam tindakan Sun Woo yang merupakan cerminan seorang dokter sekaligus seorang ibu dalam menjalani derita dan bangkit dalam keterpurukan perceraian. Sun Woo merupakan gambaran tangguh seorang wanita yang ingin memperjuangkan apa yang dimilikinya dan ingin membebaskan diri dari sistem patriarki yang selama ini selalu mengakar pada budaya sebagian masyarakat tertentu, serta menunjukkan bahwa kehidupan wanita tidak akan berakhir secara sia-sia akibat perceraian. Drama ini sangat baik ditonton bagi orang-orang yang memang ingin segera menikah muda maupun bagi orang-orang yang tidak yakin dengan pernikahan. Pernikahan bukanlah siksaan atau kebahagiaan. Pernikahan ialah keduanya. Disatu sisi itu merupakan impian tiap orang, tetapi pernikahan juga bisa menjadi racun mematikan. Hal tersebut bergantung pada bagaimana kita sendiri membuat pilihan. Komunikasikan dengan baik bila terjadi kecurigaan, sebelum hal tersebut bisa menjadi mimpi buruk bagi kita dan pasangan kita. Bagaimana menurutmu?
Sources:

Sabtu, 02 Mei 2020

Apakah Orang Tuaku Toxic Parent?

Hai. 

Ini adalah kali pertama saya menulis dalam blog, walaupun ini bukan akun pertama saya sih^^. Mungkin segini saja dulu intronya karena saya ingin sharing bersama kawan-kawan. Bahkan mungkin kawan-kawan sedang atau pernah mengalami hal ini, mari kita diskusikan bersama.

Keluarga merupakan salah satu hal terindah yang dimiliki oleh tiap orang. Keluarga menjadi institusi pertama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada seorang anak yang baru saja mengenal dunia. Seorang anak akan tumbuh menjadi anak yang baik-baik bila orang tua selalu mengajarkan perihal kebaikan. Namun, ada pula beberapa anak yang tumbuh menjadi rebel dan sulit diatur. Hal tersebut dikarenakan beragam macam persoalan, yakni faktor lingkungan dari luar dan/atau faktor lingkungan dari dalam. Faktor lingkungan dari dalam yang menjadikan si anak rebel dan tidak dapat diatur disebabkan oleh adanya Toxic Parent. Toxic Parent mungkin menjadi alasan terbesar seorang anak menjadi rebel.

Saya pernah mengenal seseorang yang tumbuh dengan Toxic Parent selama hampir 22 tahun. Bahkan sejak kecil pun teman saya ini dituntut untuk menjadi sosok yang pandai secara akademis (saja). Nilai-nilainya semasa sekolah sangat memuaskan. Ia pun tak jarang menjadi juara kelas selama di sekolah. Namun, setelah mengetahui kelamnya kehidupan yang dijalaninya, saya pun menjadi iba dan merasa kecil sekali saat ia bercerita terkait hubungannya bersama orangtuanya.

Hari itu ada seorang teman perempuan saya datang kepada saya, teman dekat saya. Awalnya kami hanya bergurau dan bercanda di bangku-bangku halaman kampus yang cukup ramai. Hari itu sudah cukup sore dan kami pun memutuskan untuk singgah beberapa waktu karena ingin menikmati suasana kampus yang sudah mulai sepi. Pembicaraan yang kami lakukan memang benar-benar tidak terarah hingga sampai pada pembahasan mengenai Toxic Parent. Awalnya kita membahas apa itu Toxic Parent, tiba-tiba teman saya berkata. "Begitu ya Toxic Parent? Mungkin orang tuaku juga" . Saya yang bersemangat bercerita mengenai Toxic Parent pun menjadi terdiam dan ingin tahu mengapa teman saya berkata demikian.

"Aku seringkali mengalami hal itu. Orangtuaku aneh. Mereka selalu membandingkan aku dengan kakak-kakakku. Orang-orang selalu berpikir bahwa hidupku sangat menyenangkan karena aku adalah anak terakhir, namun hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan apa yang kulakukan akan selalu menjadi sebuah kesalahan. Orangtuaku selalu bercerita ingin punya anak seperti ini dan itu. Bahkan aku bingung sekali dengan mereka, bagaimana tidak, tuntutanku sangat banyak sekali, belajar dan belajar, tapi saya juga dituntut untuk membantunya mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus. Aku pun jarang sekali untuk hangout bersama teman-teman. Mereka selalu melarangku untuk keluar rumah dengan alasan itu akan menghabiskan uang. Aku pun sangat kesulitan mendapatkan teman di tiap hidupku. Teman yang kumiliki tidak pernah bertahan lama karena mungkin aku sangat sulit untuk diajak pergi bersama. Orang tuaku ini sangat materialistis selalu menuntutku mendapatkan cowok yang kaya agar hidupku bisa sejahtera nantinya. Ah, pada intinya mereka selalu merasa kekurangan sehingga aku pun jadi ingin cepat-cepat lulus dan pergi dari rumah untuk selama-lamanya".

Saya pun tercengang. Banyak sekali hal yang ada di dunia ini yang sangat jarang terkspose, salah satunya adalah Toxic Parent. Lalu apa ciri-ciri dari Toxic Parent?


  1. Selalu Menyalahkan Anak
  2. Selalu Membandingkan Anak
  3. Selalu Menuntut Pada Anak
  4. Selalu Melarang Anak
  5. Selalu Melakukan Kekerasan Baik Verbal Maupun Non Verbal
  6. Selalu Tidak Percaya Pada Anak
  7. Selalu Memberikan Pengaturan Yang Rumit
Mungkin sebagian dari orang tua di Indonesia kurang menyadari bahwa apa yang kita telah lakukan, ajarkan bahkan tekankan pada anak merupakan kontrol diri yang tidak bermakna positif. Hal yang sering diacuhkan oleh orang tua di Indonesia adalah memberikan ruang yang cukup bagi anak untuk mengeksplor dirinya diiringi pengawasan yang normal serta dukungan mental bagi anak untuk melakukan hal-hal positif lainnya. Selain itu, sangat sulit sekali orang tua dapat berperan menjadi seorang teman bagi anaknya, menghargai kerja kerasnya, pemikirannya, bahkan keputusan yang dibuat oleh sang anak tapi banyak orang tua yang memilih untuk egois. Mungkin ini bukanlah persoalan yang mudah diterima oleh beberapa orangtua di Indonesia. Namun, setidaknya hukum dibuat tidak untuk kalangan tertentu, hukum dibuat untuk banyak orang. Cintai orang terdekatmu selama masih berada bersamamu. Konsekuensi yang akan diterima mungkin tidak dalam waktu yang dekat, mungkin dalam beberapa waktu kedepan. Jangan buat diri sendiri menyesal karena kehilangan seseorang yang tidak cinta lagi. Tanamkan kasih sayang pada keluarga, sehingga kehidupan akan berjalan lebih mudah bila dapat berdamai dengan anak.

Jadi apakah kawan-kawan pernah mengalami sebagai korban atau bahkan menjadi Toxic Parent? Saya harap tidak. Jika iya, mari berdiskusi untuk problem solving atau sekedar bercerita. Terimakasih.

Sebarkan Cinta dan Kasih Sayang.



Jika ada waktu saya akan membahas terkait bullying... seeya